Senin, 10 September 2012

Air Terjun Sekar Langit

sumber:  https://sites.google.com/site/wisataairterjun/jawa-tengah/air-terjun-sekar-langit---tlogorejo---magelang



Sekar Langit dalam bahasa jawa, sekar berarti bunga, dan langit berarti langit, maka jika diterjemahkan berarti bunga yang turun dari langit.  Air terjun Sekar Langit merupakan tetesan mata air yang berasal dari puncak Gunung Telomoyo, gunung yang membatasi antara kota Salatiga dan kota Magelang di Jawa Tengah.

Air Terjun Sekar Langit memiliki ketinggian sekitar 30 meter dan aliran airnya nanti akan mengalir ke arah barat menuju ke aliran sungai Elo dan selanjutnya bermuara di laut selatan Jawa.

Legenda

Warga sangat menghormati air terjun yang satu ini, hal ini lantaran sebuah runtutan kisah dongeng klasik legenda Joko Tarub, seorang pria iseng yang mengintip dan mencuri selendang bidadari yang sedang mandi di sebuah air terjun.

Warga disekitar air terjun ini percaya bahwa air dari Air Terjun Sekar Langit memiliki khasiat, baik untuk penyembuhan penyakit yang ringan seperti gatal-gatal sampai kepada penyakit kronis.  Selain itu juga air ini dapat menambah aura kecantikan bagi seorang perempuan.  Caranya dengan mandi atau cukup sekedar membasuh muka saja.  Ada pula anggapan lain tentang erotisme khasiat dari air terjunt ini, yaitu  mampu untuk menambah padat, berisi dan kencang payudara bagi perempuan.  Caranya adalah sambil mandi, air terjun yang mengucur ini langsung dikenakan ke bagian utama identitas kewanitaan ini baik secara langsung atau boleh juga dikenakan sedikit demi sedikit atau diserempet-serempetkan saja. Yang penting, air dari Air Terjun Sekar Langit harus mengenai payudara secara langsung sebelum air tersebut jatuh menyentuh bumi.

Bahkan bagi yang sulit mendapatkan jodoh terutama kaum pria, tempat ini sering dijadikan tempat untuk melaksakan keingingan tersebut di atas..

Ritual untuk mendapatkan jodoh biasanya dengan melakukan meditasi di malam hari, yaitu pada malam Jumat Kliwon atau malam Selasa Kliwon, dengan cara membakar dupa atau kemenyan sambil menghadap ke arah timur laut.  Umumnya tempat yang dipilih untuk melakukan ritual tersebut adalah di sebuah batu berdiameter sekitar 5 meter yang terletak di sebelah selatan air terjun.  Konon di tempat ini adalah tempat yang paling makbul, dimana dulunya Joko Tarub mengintip bidadari-bidadari yang sedang mandi di Sekar Langit tersebut.
 
Lokasi

Terletak Desa Telogorejo, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah.

Aksesbilitas

Berjarak sekitar 5 km dari Kopeng dari arah utara kota Salatiga.  Dapat dijangkau dengan kendaraan pribadi, baik sepeda motor maupun mobil dengan kondisi jalan sudah beraspal, akan tetapi sangat curam dengan banyak turunan.

Untuk sampai ke obyek wisata Air Terjun Sekar Langit ini, dapat di capai dari dua arah.  Arah pertama masuk dari kota Salatiga. Dimana sesampainya di desa Getasan (sebelum Kopeng), ambil jalan ke kanan hingga pintu gerbang.  Jarak dari desa ini hingga pintu gerbang sekitar 3-4 km.  Sedangkan arah kedua masuk dari kota Magelang melewati daerah Grabag dengan menyusuri perbukitan. Dari Kota Kecamatan Grabag ini, dapat ditempuh dalam waktu sekitar 10-15 menit, dengan pintu masuknya berada di Dusun Dalangan, Desa Pandean Ngablag.

Selanjutnya dari pintu gerbang menuju air terjun sekitar 500 meter melalui jembatan dan jalan setapak yang menanjak melewati hutan pinus.  Di sepanjang jalan terpampang beberapa papan pengumuman yang diletakkan di pohon untuk mengingatkan pengunjung bilmana hujan tiba, harus keluar dari lokasi.  Hal ini dikarenakan sering terjadi air bah yang datang dari hulu bila musim hujan tiba.  Begitu juga terdapat larangan mandi dan turun ke sungai saat musim hujan tiba.




GUA JOMBLANG



 

Menemukan Hutan Purba dan Cahaya Surga di Dasar Gua

   Gua Jomblang merupakan salah satu gua dari ratusan kompleks gua Gunungkidul yang terkenal karena keunikan dan keindahannya yang tidak terbantahkan. Pada tahun 2011, Gua Jomblang dijadikan tempat pengambilan gambar Amazing Race Amerika. Terletak di rentangan perbukitan karst pesisir selatan yang memanjang dari Gombong, Jawa Tengah; hingga kawasan karst Pegunungan Sewu, Pacitan, Jawa Timur; gua vertikal yang bertipe collapse doline ini terbentuk akibat proses geologi amblesnya tanah beserta vegetasi yang ada di atasnya ke dasar bumi yang terjadi ribuan tahun lalu. Runtuhan ini membentuk sinkhole atau sumuran yang dalam bahasa Jawa dikenal dengan istilah luweng. Karena itu gua yang memiliki luas mulut gua sekitar 50 meter ini sering disebut dengan nama Luweng Jomblang.
Untuk memasuki Gua Jomblang diperlukan kemampuan teknik tali tunggal atau single rope technique (SRT). Oleh karena itu, siapapun yang hendak caving di Jomblang wajib menggunakan peralatan khusus yang sesuai dengan standar kemanan caving di gua vertikal dan harus didampingi oleh penelusur gua yang sudah berpengalaman. Bersama rekan-rekan caver dari Jomblang Resort, YogYES pun mencoba untuk caving di gua yang eksotik ini. Setelah memakai coverall, sepatu boot, helm, dan headlamp, seorang pemandu pun memasangkan SRT set di tubuh YogYES sambil menjelaskan nama dan fungsinya masing-masing. SRT set tersebut terdiri dari seat harness, chest harness, ascender / croll, auto descender, footloop, jammer, carabiner, cowstail panjang, serta cowstail pendek. 
   Petuangan menuju kedalaman perut bumi pun dimulai dengan berjalan meninggalkan basecamp menuju bibir gua yang sudah disiapkan sebagai lintasan. Ada beberapa lintasan di Gua Jomblang dengan ketinggian beragam mulai 40 hingga 80 meter. Berhubung ini baru pertama kalinya YogYES menuruni gua vertikal maka lintasan yang dipilih merupakan lintasan terpendek yang dikenal dengan jalur VIP. 15 meter pertama dari teras VIP ini merupakan slope yang yang masih bisa ditapaki oleh kaki. Setelah itu dilanjutkan menuruni tali sepanjang kurang lebih 20 meter untuk sampai di dasar gua. Rasa was-was yang sempat hinggap saat melayang di udara langsung menghilang begitu menjejakkan kaki kembali di atas tanah.
   Pemandangan yang ada di depan mata mengundang decak kagum. Jika di atas sejauh mata memandang hanya akan menemui perbukitan karst dan jati yang meranggas, maka di perut Gua Jomblang terhampar pemandangan hijaunya hutan yang sangat subur. Aneka lumut, paku-pakuan, semak, hingga pohon-pohon besar tumbuh dengan rapat. Hutan dengan vegetasi yang jauh berbeda dengan kondisi di atas ini sering dikenal dengan nama hutan purba. Sejak proses runtuhnya tanah ke bawah, vegetasi ini terus hidup dan berkembang biak hingga saat ini.

sumber: http://www.yogyes.com/id/yogyakarta-tourism-object/sport-and-adventure/gua-jomblang/


Gunung Merbabu

Gunung Merbabu adalah gunung api yang bertipe Strato (lihat Gunung Berapi) yang terletak secara geografis pada 7,5° LS dan 110,4° BT. Secara administratif gunung ini berada di wilayah Kabupaten Magelang di lereng sebelah barat dan Kabupaten Boyolali di lereng sebelah timur, Propinsi Jawa Tengah.
Gunung Merbabu dikenal melalui naskah-naskah masa pra-Islam sebagai Gunung Damalung atau Gunung Pam(a)rihan. Di lerengnya pernah terdapat pertapaan terkenal dan pernah disinggahi oleh Bujangga Manik pada abad ke-15. Menurut etimologi, "merbabu" berasal dari gabungan kata "meru" (gunung) dan "abu" (abu). Nama ini baru muncul pada catatan-catatan Belanda.
Gunung ini pernah meletus pada tahun 1560 dan 1797. Dilaporkan juga pada tahun 1570 pernah meletus, akan tetapi belum dilakukan konfirmasi dan penelitian lebih lanjut. Puncak gunung Merbabu berada pada ketinggian 3.145 meter di atas permukaan air laut.

Jalur Pendakian

Gunung Merbabu cukup populer sebagai ajang kegiatan pendakian. Medannya tidak terlalu berat namun potensi bahaya yang harus diperhatikan pendaki adalah udara dingin, kabut tebal, hutan yang lebat namun homogen (hutan tumbuhan runjung, yang tidak cukup mendukung sarana bertahan hidup atau survival), serta ketiadaan sumber air. Penghormatan terhadap tradisi warga setempat juga perlu menjadi pertimbangan.

Kopeng Thekelan

Dari Jakarta bisa naik kereta api atau bus ke Semarang, Yogya, atau Solo. Dilanjutkan dengan bus jurusan Solo-Semarang turun di kota Salatiga, dilanjutkan dengan bus kecil ke Kopeng. Dari Yogya naik bus ke Magelang, dilanjutkan dengan bus kecil ke Kopeng. Dari kopeng terdapat banyak jalur menuju ke Puncak, namun lebih baik melewati desa tekelan karena terdapat Pos yang dapat memberikan informasi maupun berbagai bantuan yang diperlukan. Pos Tekelan dapat ditempuh melalui bumi perkemahan Umbul Songo.
Di bumi perkemahan Umbul Songo Anda dapat beristirahat menunggu malam tiba, karena pendakian akan lebih baik dilakukan malam hari tiba dipuncak menjelang matahari terbit. Andapun dapat beristirahat di Pos Thekelan yang menyediakan tempat untuk tidur, terutama bila tidak membawa tenda. Dapat juga berkemah di Pos Pending karena di tiga tempat ini kita bisa memperoleh air bersih.
Masyarakat di sekitar Merbabu mayoritas beragama Budha sehingga akan kita temui beberapa Vihara di sekitar Kopeng. Penduduk sering melakukan meditasi atau bertapa dan banyak tempat-tempat menuju puncak yang dikeramatkan. Pantangan bagi pendaki untuk tidak buang air di Watu Gubug dan sekitar Kawah. Juga pendaki tidak diperkenankan mengenakan pakaian warna merah dan hijau.
Pada tahun baru jawa 1 suro penduduk melakukan upacara tradisional di kawah Gn. Merbabu. Pada bulan Sapar penduduk Selo (lereng Selatan Merbabu) mengadakan upacara tradisional. Anak-anak wanita di desa tekelan dibiarkan berambut gimbal untuk melindungi diri dan agar memperoleh keselamatan. Perjalanan dari Pos Tekelan yang berada di tengah perkampungan penduduk, dimulai dengan melewati kebun penduduk dan hutan pinus. Dari sini kita dapat menyaksikan pemandangan yang sangat indah ke arah gunung Telomoyo dan Rawa Pening.
Di Pos Pending kita dapat menemukan mata air, juga kita akan menemukan sungai kecil (Kali Sowo). Sebelum mencapai Pos I kita akan melewati Pereng Putih kita harus berhati-hati karena sangat terjal. Kemudian kita melewati sungai kering, dari sini pemandangan sangat indah ke bawah melihat kota Salatiga terutama di malam hari.
Dari Pos I kita akan melewati hutan campuran menuju Pos II, menuju Pos III jalur mulai terbuka dan jalan mulai menanjak curam. Kita mendaki gunung Pertapan, hempasan angin yang kencang sangat terasa, apalagi berada di tempat terbuka. Kita dapat berlindung di Watu Gubug, sebuah batu berlobang yang dapat dimasuki 5 orang. Konon merupakan pintu gerbang menuju kerajaan makhluk ghaib.
Bila ada badai sebaiknya tidak melanjutkan perjalanan karena sangat berbahaya. Mendekati pos empat kita mendaki Gn. Watu tulis jalur agak curam dan banyak pasir maupun kerikil kecil sehingga licin, angin kencang membawa debu dan pasir sehingga harus siap menutup mata bila ada angin kencang. Pos IV yang berada di puncak Gn. Watu Tulis dengan ketinggian mencapai 2.896 mdpl ini, disebut juga Pos Pemancar karena di puncaknya terdapat sebuah Pemancar Radio.
Menuju Pos V jalur menurun, pos ini dikelilingi bukit dan tebing yang indah. Kita dapat turun menuju kawah Condrodimuko. Dan di sini terdapat mata air, bedakan antara air minum dan air belerang.
Perjalanan dilanjutkan dengan melewati tanjakan yang sangat terjal serta jurang di sisi kiri dan kanannya. Tanjakan ini dinamakan Jembatan Setan. Kemudian kita akan sampai di persimpangan, ke kiri menuju Puncak Syarif (Gunung Pregodalem) dan ke kanan menuju puncak Kenteng Songo ( Gunung Kenteng Songo) yang memanjang.
Dari puncak Kenteng songo kita dapat memandang Gn.Merapi dengan puncaknya yang mengepulkan asap setiap saat, nampak dekat sekali. Ke arah barat tampak Gn.Sumbing dan Sundoro yang kelihatan sangat jelas dan indah, seolah-olah menantang untuk di daki. Lebih dekat lagi tampak Gn.Telomoyo dan Gn.Ungaran. Dari kejauhan ke arah timur tampak Gn.Lawu dengan puncaknya yang memanjang.
Menuju Puncak Kenteng Songo ini jalurnya sangat berbahaya, selain sempit hanya berkisar 1 meter lebarnya dengan sisi kiri kanan jurang bebatuan tanpa pohon, juga angin sangat kencang siap mendorong kita setiap saat. Di puncak ini terdapat batu kenteng / lumpang / berlubang dengan jumlah 9 menurut penglihatan paranormal.
Menuruni gunung Merbabu lewat jalur menuju Selo menjadi pilihan yang menarik. Kita akan melewati padang rumput dan hutan edelweis, juga bukit-bukit berbunga yang sangat indah dan menyenangkan seperti di film India yang sangat menghibur kita sehingga lupa akan segala kelelahan, kedinginan dan rasa lapar. Disepanjang jalan kita dapat menyaksikan Gn.Merapi yang kelihatan sangat dekat dengan puncak yang selalu mengeluarkan Asap.
Kita akan menuruni dan mendaki beberapa gunung kecil yang dilapisi rumput hijau tanpa pepohonan untuk berlindung dari hempasan angin. Disepanjang jalur tidak terdapat mata air dan pos peristirahatan. Kabut dan badai sering muncul dengan tiba-tiba, sehingga sangat berbahaya untuk mendirikan tenda.
Jalur menuju Selo ini sangat banyak dan tidak ada rambu penunjuk jalan, sehingga sangat membingungkan pendaki. Banyak jalur yang sering dilalui penduduk untuk mencari rumput dipuncak gunung, sehingga pendaki akan sampai diperkampungan penduduk. Sambutan yang sangat ramah dan meriah diberikan oleh penduduk Selo bagi setiap pendaki yang baru saja turun Gn.Merbabu. Apabila Anda tidak bisa berbahasa jawa ucapkan saja terima kasih.
Dari Selo dapat dilanjutkan dengan bus kecil jurusan Boyolali-Magelang, bila ingin ke yogya ambil jurusan Magelang, dan bila hendak ke Semarang atau Solo ambil jurusan Boyolali.

Jalur Wekas

Tim Skrekanek yang berjumlah lima orang ( Steve, Sigit, Bowo, Hari, Bayu) pertengahan Maret 2005 melakukan pendakian Gunung Merbabu melalui Jalur Wekas. Untuk menuju ke Desa Wekas kita harus naik mobil Jurusan Kopeng - Magelang turun di Kaponan, yakni sekitar 9 Km dari Kopeng, tepatnya di depan gapura Desa Wekas. Dari Kaponan pendaki berjalan kaki melewati jalanan berbatu sejauh sekitar 3 Km menuju pos Pendakian.
Jalur ini sangat populer dikalangan para Remaja dan Pecinta Alam kota Magelang, karena lebih dekat dan banyak terdapat sumber air, sehingga banyak remaja yang suka berkemah di Pos II terutama di hari libur. Wekas merupakan desa terakhir menuju puncak yang memakan waktu kira-kira 6-7 jam. Jalur wekas merupakan jalur pendek sehingga jarang terdapat lintasan yang datar membentang. Lintasan pos I cukup lebar dengan bebatuan yang mendasarinya. Sepanjang perjalanan akan menemui ladang penduduk khas dataran tinggi yang ditanami Bawang, Kubis, Wortel, dan Tembakau, juga dapat ditemui ternak kelinci yang kotorannya digunakan sebagai pupuk. Rute menuju pos I cukup menanjak dengan waktu tempuh 2 jam.
Pos I merupakan sebuah dataran dengan sebuah balai sebagai tempat peristirahatan. Di sekitar area ini masih banyak terdapat warung dan rumah penduduk. Selepas pos I, perjalanan masih melewati ladang penduduk, kemudian masuk hutan pinus. Waktu tempuh menuju pos II adalah 2 jam, dengan jalur yang terus menanjak curam.
Pos II merupakan sebuah tempat yang terbuka dan datar, yang biasa didirikan hingga beberapa puluhan tenda. Pada hari Sabtu, Minggu dan hari libur Pos II ini banyak digunakan oleh para remaja untuk berkemah. Sehingga pada hari-hari tersebut banyak penduduk yang berdagang makanan. Pada area ini terdapat sumber air yang di salurkan melalui pipa-pipa besar yang ditampung pada sebuah bak.
Dari Pos II terdapat jalur buntu yang menuju ke sebuah sungai yang dijadikan sumber air bagi masyarakat sekitar Wekas hingga desa-desa di sekitarnya. Jalur ini mengikuti aliran pipa air menyusuri tepian jurang yang mengarah ke aliran sungai di bawah kawah. Terdapat dua buah aliran sungai yang sangat curam yang membentuk air terjun yang bertingkat-tingkat, sehingga menjadi suatu pemandangan yang sangat luar biasa dengan latar belakang kumpulan puncak - puncak Gn. Merbabu.
Selepas pos II jalur mulai terbuka hingga bertemu dengan persimpangan jalur Kopeng yang berada di atas pos V (Watu Tulis), jalur Kopeng. Dari persimpangan ini menuju pos Helipad hanya memerlukan waktu tempuh 15 menit. Perjalanan dilanjutkan dengan melewati tanjakan yang sangat terjal serta jurang di sisi kiri dan kanannya. Tanjakan ini dinamakan Jembatan Setan. Kemudian kita akan sampai di persimpangan, ke kiri menuju Puncak Syarif (Gunung Pregodalem) dan ke kanan menuju puncak Kenteng Songo ( Gunung Kenteng Songo) yang memanjang.

Jalur Kopeng Cunthel

Tim Skrekanek yang berjumlah lima orang (Maulana, Steve, Iwi, Ardy, Sigit) pertengahan September 2004 melakukan pendakian Gunung Merbabu berangkat melalui jalur Kopeng - Cunthel, dan turun mengambil jalur Kopeng Thekelan.
Untuk menuju ke desa Cuntel dapat ditempuh dari kota Salatiga menggunakan mini bus jurusan Salatiga Magelang turun di areal wisata Kopeng, tepatnya di Bumi perkemahan Umbul Songo. Perjalanan dimulai dengan berjalan kaki menyusuri Jalan setapak berbatu yang agak lebar sejauh 2,5 km, di sebelah kiri adalah Bumi Perkemahan Umbul Songo. Setelah melewati Umbul Songo berbelok ke arah kiri, di sebelah kiri adalah hutan pinus setelah berjalan kira-kira 500 meter di sebelah kiri ada jalan setapak ke arah hutan pinus, jalur ini menuju ke desa Thekelan.
Untuk menuju ke Desa Cuntel berjalan terus mengikuti jalan berbatu hingga ujung. Banyak tanda penunjuk arah baik di sekitar desa maupun di jalur pendakian. Di Basecamp Desa Cuntel yang berada di tengah perkampungan ini, pendaki dapat beristirahat dan mengisi persediaan air. Pendaki juga dapat membeli berbagai barang-barang kenangan berupa stiker maupun kaos.
Setelah meninggalkan perkampungan, perjalanan dilanjutkan dengan melintasi perkebunan penduduk. Jalur sudah mulai menanjak mendaki perbukitan yang banyak ditumbuhi pohon pinus. Jalan setapak berupa tanah kering yang berdebu terutama di musim kemarau, sehingga mengganggu mata dan pernapasan. Untuk itu sebaiknya pendaki menggunakan masker pelindung dan kacamata.
Setelah berjalan sekitar 30 menit dengan menyusuri bukit yang berliku-liku pendaki akan sampai di pos Bayangan I. Di tempat ini pendaki dapat berteduh dari sengatan matahari maupun air hujan. Dengan melintasi jalur yang masih serupa yakni menyusuri jalan berdebu yang diselingi dengan pohon-pohon pinus, sekitar 30 menit akan sampai di Pos Bayangan II. Di pos ini juga terdapat banguanan beratap untuk beristirahat.
Dari Pos I hingga pos Pemancar jalur mulai terbuka, di kiri kanan jalur banyak ditumbuhi alang-alang. Sementara itu beberapa pohon pinus masih tumbuh dalam jarak yang berjauhan.
Pos Pemancar atau sering juga di sebut gunung Watu Tulis berada di ketinggian 2.896 mdpl. Di puncaknya terdapat stasiun pemancar relay. Di Pos ini banyak terdapat batu-batu besar sehingga dapat digunakan untuk berlindung dari angin kencang. Namun angin kencang kadang datang dari bawah membawa debu-debu yang beterbangan. Pendakian di siang hari akan terasa sangat panas. Dari lokasi ini pemandangan ke arah bawah sangat indah, tampak di kejauhan Gn.Sumbing dan Gn.Sundoro, tampak Gn.Ungaran di belakang Gn. Telomoyo.
Jalur selanjutnya berupa turunan menuju Pos Helipad, suasana dan pemandangan di sekitar Pos Helipad ini sungguh sangat luar biasa. Di sebelah kanan terbentang Gn. Kukusan yang di puncaknya berwarna putih seperti muntahan belerang yang telah mengering. Di depan mata terbentang kawah yang berwarna keputihan. Di sebelah kanan di dekat kawah terdapat sebuah mata air, pendaki harus dapat membedakan antara air minum dan air belerang.

Perjalanan dilanjutkan dengan melewati tanjakan yang sangat terjal serta jurang di sisi kiri dan kanannya. Tanjakan ini dinamakan Jembatan Setan. Kemudian kita akan sampai di persimpangan, ke kiri menuju Puncak Syarif (Gunung Pregodalem) dan ke kanan menuju puncak Kenteng Songo ( Gunung Kenteng Songo) yang memanjang.
Dari puncak Kenteng songo kita dapat memandang Gn.Merapi dengan puncaknya yang mengepulkan asap setiap saat, nampak dekat sekali. Ke arah barat tampak Gn.Sumbing dan Sundoro yang kelihatan sangat jelas dan indah, seolah-olah menantang untuk di daki. Lebih dekat lagi tampak Gn.Telomoyo dan Gn.Ungaran. Dari kejauhan ke arah timur tampak Gn.Lawu dengan puncaknya yang memanjang.

sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_Merbabu

Indonesia Beach

Pantai Klayar

 

Geografi

Kabupaten Pacitan terletak di ujung barat daya Provinsi Jawa Timur. Wilayahnya berbatasan dengan Kabupaten Ponorogo di utara, Kabupaten Trenggalek di timur, Samudra Hindia di selatan, serta Kabupaten Wonogiri (Jawa Tengah) di barat. Sebagian besar wilayahnya berupa pegunungan kapur, yakni bagian dari rangkaian Pegunungan Kidul. Tanah tersebut kurang cocok untuk pertanian.
Pacitan juga dikenal memiliki gua-gua yang indah, diantaranya Gua Gong, Tabuhan, Kalak, dan Luweng Jaran (diduga sebagai kompleks gua terluas di Asia Tenggara). Di daerah pegunungan seringkali ditemukan fosil purbakala.

Transportasi

Ibukota Kabupaten Pacitan terletak 101 km sebelah selatan Kota Madiun. Terminal utama adalah terminal Pacitan. Akses jalan timur (dari Ponorogo & Madiun) yang cukup banyak tikungan tajam masih menjadi kendala utama transportasi, sementara akses jalan barat ke arah Jawa Tengah ada 2 pilihan, yaitu melewati jalur selatan dengan rute lebih panjang namun jalan relatif lebar atau melewati rute Sedeng dengan jarak tempuh lebih pendek namun harus melewati tanjakan sedeng barat (desa Sedeng) yang cukup tajam, sehingga bus besar tidak memungkinkan lewat jalur ini.
Namun begitu saat ini telah mulai dibangun jalur alternatif lintas selatan yang direncanakan akan melewati wilayah bagian selatan Kabupaten Pacitan ke arah timur, yang menghubungkan Pacitan dengan Kabuputen Trenggalek, melalui jalur Pacitan Kota - Kebonagung - Tulakan - Lorok - Sudimoro - Panggul (wil. Kab. Trenggalek) dst.
Rute terjauh dari akses jalur timur adalah ke Surabaya yang dilayani bus besar patas AC, namun dalam 1 hari hanya ada 2x pemberangkatan dari dan ke Pacitan. Rute selanjutnya adalah Ponorogo - Pacitan dilayani bus 3/4, armada tipe ini cukup banyak sehingga dalam 1 hari lebih dari 5 pemberangkatan bus dari terminal Arjowinangun.
Rute barat (ke Surakarta) dilayani bus AKAP dengan jumlah yang cukup banyak, namun hanya beroperasi dari jam 05.00 hingga 16.00. Untuk rute barat yang lewat Sedeng hanya dilayani kendaraan umum tipe kecil seperti colt dan carry dengan pemberhentian terakhir di Kecamatan Punung.

sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Pacitan

Selasa, 04 September 2012

MUNTILANKU

Muntilan, Magelang
Muntilan adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Muntilan terletak sekitar 10 Km dari Kota Mungkid, 15 Km dari Kota Magelang dan 25 Km dari Yogyakarta. Muntilan telah lama menjadi pusat perdagangan di sekitar Lereng Barat Gunung Merapi dan berada di jalur propinsi yang menghubungkan Semarang, Kota Magelang dan Yogyakarta.
Muntilan berada di jalur kereta api tua menuju Stasiun Blabak Mungkid dan Stasiun Kebonpolo Magelang yang sekarang sudah tidak berfungsi.

Geografi
Kecamatan Muntilan berbatasan dengan Kota Mungkid dan kecamatan Mungkid di Utara, kecamatan Srumbung di Timur, kecamatan Ngluwar di Barat, serta kecamatan Salam di Selatan.

Sejarah
Kecamatan Muntilan sudah ada sejak peralihan kekuasaan atas Karesidenan Kedu dari Kesultanan Yogyakarta kepada pemerintah Inggris pada tahun 1812. Pada awal keberadaannya, Kecamatan ini merupakan tempat pemukiman orang Tionghoa. Di masa perang Diponegoro, laporan Belanda menyebutkan bahwa salah satu benteng dari proyek benteng stelsel Jenderal De Kock dibangun diKecamatan ini. Setelah Perang Diponegoro selesai dan Kultuurstelsel diberlakukan di Jawa termasuk di Karesidenan Kedu, Muntilan tumbuh menjadi Kecamatan. Namun demikian wilayah ini diperintah oleh seorang wedana yang berkedudukan di Probolinggo (Bolinggo), satu kilometer di sebelah timur Muntilan ke arah Yogya. Baru pada saat pemerintah kolonial mengadakan reorganisasi pemerintahan pada tahun 1900, Muntilan menerima status sebagai kawedanan sekaligus distrik. Dengan perubahan status ini, sejak itu kedudukan wedana dipindahkan dari Probolinggo ke Muntilan sementara di kecamatan ini juga ditempatkan seorang pejabat Belanda berpangkat kontrolir yang tunduk kepada asisten residen di Magelang. Peristiwa sejarah penting di Muntilan di antaranya adalah kedatangan Pastur F. van Lith pada tahun 1894 yang memulai penyiaran agama Katolik di antara masyarakat Jawa. Dalam waktu sepuluh tahun van Lith telah berhasil membangun suatu komunitas umat Katolik Jawa yang mencakup daerah pelayanan hingga Sendangsono di Kulon Progo, Sumber di Utara, Salam di Timur dan Tumpang di arah Barat sementara wilayah Borobudur dilayani oleh rekannya, Pastur Hoevenaar. Van Lith bukan hanya membangun komunitas Katolik namun juga kompleks pendidikan sekolah Katolik yang sampai sekarang masih berfungsi. termasuk asrama dan rumah sakit, yang diresmikan pada tahun 1902. Peristiwa sejarah lain yang mempengaruhi tata ruang kecamatan Muntilan selain kemunculan kompleks bangunan Katolik ini adalah pembukaan rel kereta api oleh Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschapij (NISM) pada tahun 1892 yang menghubungkan Yogyakarta dan Magelang. Kecamatan Muntilan dilewati jalur ini dan sebagai teknisinya adalah Ir. The Tjien Ing, yang dipindahkan dari Secang oleh direksi NISM ke Muntilan pada tahun 1892. The Tjien Ing kemudian diangkat menjadi kepala kampung Cina (Chineezen Wijk) pada tahun 1903 dan pada tahun 1912 dilantik di klenteng Muntilan sebagai letnan Cina (het leiutenant voor Chineezen) oleh Kontrolir Muntilan.Rumah The Tjien Ing yang sekarang berada di Jalan Dr. Sutomo, merupakan tempat tinggal sementara Pastur Van Lith ketika tiba di Muntilan pada tahun 1893, dan baru pindah ke kompleks Perikanan Muntilan sekarang pada tahunn 1894.

Sekolah
Play Group Bentara Wacana Muntilan
PAUD Pelita Hati Muntilan
TK Bentara Wacana Muntilan
SD Muhammadiyah 1 Muntilan
SD Bentara Wacana Muntilan
SD Negeri Muntilan 1
SD Negeri Muntilan 2
SD Negeri Muntilan 3
SMP Negeri 1 Muntilan
SMP Negeri 2 Muntilan
SMP Negeri 3 Muntilan
SMP Bentara Wacana Muntilan
SMA Negeri 1 Muntilan
SMA Muhammadiyah 1 Muntilan
SMA Muhammadiyah 2 Muntilan
SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan
SMA Bentara Wacana Muntilan
SMK Pangudi Luhur Muntilan
SMK Muhammadiyah 2 Muntilan

Tempat Menarik 
Wisata religi yang sangat dikenal oleh masyarakat di antaranya adalah makam Kyai Raden Santri Gunungpring di Desa Gunungpring, yang dikunjungi oleh sekitar 500 pengunjung setiap harinya dari berbagai daerah di Jawa. Juga makam Romo Sandyoyo, Kerkop Muntilan, yang dikenal dan dikunjungi oleh umat Katholik di Indonesia

Para Yesuit telah lama hadir di Muntilan. Terdapat sebuah seminari dan nekropolis yang banyak berisi peninggalan para anggota lamanya. Kardinal Julius Darmaatmadja, kardinal Gereja Katolik Roma dan Uskup Agung Jakarta saat ini, lahir di Muntilan. Selain itu di kota ini terdapat lembaga pendidikan yang dikelola oleh yayasan Katolik sejak zaman Belanda. Yang paling menonjol adalah Sekolah Guru (Kweekschool)(sekarang SMA Van Lith Pangudi Luhur). Di samping itu juga ada beberapa sekolah dasar bagi anak-anak pribumi. Selain beberapa tokoh rohaniawan Katolik, lembaga pendidikan itu juga meluluskan sejumlah tokoh nasional seperti mendiang Frans Seda (mantan Menteri Keuangan), Simbolon (Kolonel), dan Sartono Kartodirdjo (sejarawan).

Ketika Perang Dunia II, Muntilan menjadi tempat sebuah kamp tahanan perang oleh tentara Jepang yang menggunakan kompleks sekolah Katolik di sana. Mereka yang menghuni kamp internir ini terutama terdiri atas banyak keluarga Belanda.

Desa/kelurahan
1 Adikarto
2 Congkrang
3 Gondosuli
4 Gunungpring
5 Keji
6 Menayu
7 Muntilan
8 Ngawen
9 Pucungrejo
10Sedayu
11 Sokorini
12 Sriwedari
13 Tamanagung
14 Tanjung

sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Muntilan,_Magelang